Senin, 23 November 2009

ANAWA PADA KHOTBAH JUMAT

BAB I
TRANSKIP KHOTBAH JUMAT

Ya, jamaah yang dirahmati Allah, marilah kita bersama-sama panjatkan syukur ke hadirat Allah SWT, karena Allah telah memberikan berjuta-juta kenikmatan kepada kita sekalian, dan kenikmatan itu telah kita nikmati satu demi satu. Walaupun kadang kita lupa memohon, walaupun kadang kita lupa bersyukur kepada-Nya, maka tetaplah Allahu akbar, Allah maha Besar. Subhanallah. Allah tetap memberikan kenikmatan itu kepada kita sekalian. Maka, kita wajib dan harus mensyukuri nikmat Allah agar kita semuanya menjadi hamba-hamba Allah yang selalu dicintai Allah. Hamba-hamba Allah yang dirindukan oleh zaman. Wainnallaha yuhibbul muttaqin. Sesungguhnya Allah mencintai hamba-hambaNya yang muttaqin, yaitu hamba-hambaNya yang melaksanakan perinta-perintahNya dan menjahui larangan-laranganNya.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT, pada siang yang cerah ini, yang bahagia ini, marilah kita bersama-sama lebih mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dengan memuji Allah, mengagungkan Allah, membesarkan nama Allah, bahwa di jagat raya in hanya Allah lah maha Suci, hanya Allah lah yang maha Agung, maha Pencipta dan maha segala-galanya. Pencipta langit, pencipta bumi, pencipta bulan, pencipta matahari, pencipta bintang-bintang, planet-planet dan segala mahluk hidup, yang termasuk juga kita, manusia. Allah berfirman: A’udzubillahiminasyaitonirrojim, bismillahirrohmanirrokhim. Wahualladzi kholaqossamawati wal ardho bil khaq. Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Subhanallah. Maka, kita wajib dan harus mensyukuri, karena kita mahluk Allah yang paling sempurna, di antara mahluk-mahluk Allah yang lain. Wajib dan harus kita mensyukuri dan beribadah kepadaNya.
Dalam bukunya Imam Al-Ghojali, dituliskan bahwa hidup manusia itu sebenarnya ada empat kategori, kami berharap, semoga para hadirin jamaah jumat yang berbahagia ini ada pada kategori yang pertama, apa itu? Saidu fi dunia wa saidu fil akhiroh, yaitu menjadi hamba Allah, menjadi mahluk Allah yang bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Saidu fi dunia, bahagia di dunia, wa saidu fil akhiroh dan bahagia di akhirat. Setiap hari, setiap habis solat, kita semuanya memohon kepada Allah: robbana atina fi dunnya khasanah wafil akhiroti khasanatau waqina ’adzabannar. Ya Allah berilah saya kebahagiaan di dunia ya Allah. Ya Allah berilah kebahagiaan di akhirat ya Allah. Subhanallah. Kita selalu memohon kepada Allah. Eman-eman kalau kita habis solat, kemudian kita tidak memohon kepada Allah, tidak meminta ampun kepada Allah, eman-eman. Astahfirullah. Rasulluallah yang maksum, setiap hari tidak kurang dari seratus kali meminta ampun kepada Allah, sedangkan kita? Dan jangan lupa kita mensyukuri nikmat Allah. Lain syakartum la-ajidannakum, wa lain kafartum minal ’adabi lasyadid, barang siapa mensyukuri nikmat Allah akan ditambah, ditambah, ditambah nikmatnya. Namun barang siapa tidak mensyukuri nikmat Allah siksa Allah amat sangat pedih.
Dan jangan lewatkan apabila kita minta ampun dan bersyukur. Mohonlah sebanyak-banyknya kepada Allah. Sudahkah kita kaya raya? Sudahkah kita kaya kesehatan? Sudahkah kita kaya ibadah? Belum! Maka, mohonlah, mohonlah dan mohonlah! Kita bahagia di dunia, kita bahagia di akhirat. Itulah cita-cita kita semuanya.
Dan yang kedua, sakhiyun fi dunia wa saidu fil akhirot. Sahkiyun fi dunia. Walaupun di dunia hidupnya pas-pasan, serba mepet, namun tetap istiqomah di jalan Allah. Subhanallah. Bahagia di akhirat. Walaupun mau menyekolahkan anaknya harus ke tempatnya pak RT, harus ke kelurahan, minta tanda tangan untuk mendapatkan BOS ”B, O, S” Bantuan Operasional Sekolah, alhasil digratiskan sekolahnya. Walaupun harus datang ke pak RT, walaupun harus datang ke kelurahan karena badannya sakit untuk mencari surat keterangan bahwa keluarga miskin, gratis untuk biaya kesehatan. Namun tetap istiqomah, di jalan Allah, melaksanakan solat. Subhanallah, tetep sodakoh walaupun pas-pasan. Jangan biarkan itu trontong-trontong ijuk berjalan di depan kita, kemudian kita biarkan lewat. Berhenti wahai kaleng yang baik hati, masukkan seratus rupiah. Berhenti wahai kaleng yang baik hati, masukkan lima ratus rupiah, seribu rupiah. Itulah keringanan kita bahwa kelak menghadap Allah SWT. Itulah amal jariyah yang mendampingi kita menghadap Allah SWT. Maka eman-eman, eman-eman kalau hidup kita yang sebentar ini tidak kita manfaatkan semaksimal mungkin untuk beribadah kepada Allah. Hidup kita di dunia hanya sebentar, ibaratnya mampir ngombe. Bukannya umur kita tambah, bukannya umur kita semakin hari semakin bertambah. Tapi, marilah kita buat sadar! Sebenarnya umur kita justru berkurang. Karena pada saat kita di perut sang ibu, kita sudah MOU pada Allah ”Memorandum of understanding”, bahwa si Wulan umurmu enam puluh tiga tajun, bahwa si Wulan umurmu sembilan puluh tahun, bahwa si Wulan umurmu tiga puluh lima tahun. Semakin hari semakin dikurangi jatah kita, bukan bertambah, maka, marilah kita siapkan diri kita untuk beramal sebanyak-banyaknya, walaupun dalam keadaan pas-pasan, tetep beribadah kepada Allah SWT. Betapa indahnya. Innadinna ’indaallohi islam. Kita sudah memeluk agam islam, agam yang diridhoi Allah SWT. Kemarin kita telah dipanggil oleh Allah: Ya ayyuhalladzi naamanu, yaayyuhalladzi naamanu. Hai wong-wong seng iman, kita sudah dipanggil Allah untuk menunaikan ibadah syiam. Bukan setiap orang dipanggil Allah, bukan Ya ayyuhannas, ya ayyuhannas, mboten. Hai manungso-manungso. Tidak setiap orang dipanggil, hanya orang-orang yang beriman saja yang dipanggil Allah untuk menunaikan ibadah puasa, subhanallah.
Kita semuanya sudah diberi peluang itu, kenapa kita sia-siakan? Ramadhan telah lewat, Syawal telah lewat. Enam hari lamanya kita puasa di bulan Syawal, terlepas setiap hari kita puasa, terlepas sehari puasa sehari tidak, sehari puasa sehari tidak, atau Senin dan Kamis, yang jelas enam kali lamanya, enam kali atau enam hari ibaratnya sama dengan puasa setahun. Subhanallah. Namun syawal juga sudah lewat. Marilah kita isi hidup kita dengan beribadah kepada Allah SWT dengan iman islam.
Yang ketiga, saidun fi dunia wa sakhiyun fil akhiroh. Saidun fi dunia, di dunia kaya raya, di dunia serba kecukupan, namun di akhirat, sakhiyun fil akhirot, di akhirat sengsara, di akhirat rekoso, kenapa? Apakah harta bendanya yang amanah Allah dimanfaatkan untuk beribadah atau justru dipakai untuk berfoya-foya? Semakin kaya, semakin berat ujian dari Allah. Semakin tinggi itu pohon, semakin tinggi pula, semakin banyak pula angin yang menerpanya. Maka, mumpung kita masih kaya, belum datang miskin, mumpung kita masih sehat, belum datang sakit, mumpung kita masih hidup, sebelum datang mati. Marilah kita gunakan kesempatan ini untuk beribadah kepada Allah. Kekayaan ini adalah titipan dari Allah SWT. Nyawa kita adalah gadaian dari Allah SWT, pangkat kita adalah sampiran. Maka dari itu, jangan congkak, jangan sombong, jangan takabur, karena itu ujian dari Allah.
Kita ingat Korun. Korun adalah seorang miskin, namun diberi peluang oleh Allah, akhirnya menjadi kaya raya, akhirnya dia alpa, lupa, tidak beribadah kepada Allah. Dia eman-eman kalau ibadah solat berjamaah seperti ini. Akhirnya bagaimana? Eman-eman kalau dipakai ibadah karena hartanya takut diambil orang. Alhasil matinya Korun dihimpit oleh bumi.
Masih teriang-iang cerita raja Fir’aun. Raja Fir’aun adalah kaya raya. Raja Fir’aun adalah orang yang pandai. Dia bisa mendatangkan segala macam apa yang dia ingini. Apapun yang dia ingini terjadilah. Nah, namun dia lupa, dia alpa, dia congkak, dia sombong, karena kepandaiannya, karena peluang yang diberikan Allah, akhirnya dia mengakui dirinya adalah Tuhan. Maka apa hasilnya? Akhirnya raja Fir’aun matinya ditelan laut merah. Na’udzubillahiminzaliq. Maka, mumpung kita diberi kesempatan harta oleh Allah, maka mari kita gunakan untuk sebaik-baik ibadah. Sudahkah kita berinfaq? Sudahkah kita berzakat. Kita musabah pada diri kita masing-masing agar kita dicintai oleh Allah SWT, agar kita dirindukan oleh dan dijaga oleh malaikat Ridwan.
Yang terakhir, sakhiyun fi dunnia wa sakhiyun fil alkhiroh. Sakhiyun fi dunniya, di dunia rekoso, di akhirat pun rekoso. Di dunia rugi, di akhirat lebih rugi lagi. Karena apa? Di dunia hidupnya sengsara, di dunia hidupnya serba kekuarangan, namun di akhirat lebih mengerikan. Karena apa? Tidak dipakai untuk ibadah. Kasihan saudara-saudara kita yang mempunyai kolbun mayyit, yang mempunyai kolbun mayyit, yaitu haknya yang mati. Apabila diajak untuk berbuat kebajikan selalu menolaknya, diajak untuk solat dia tidak mau menerimanya. Direwangi ibadahnya putih, akhirnya menjadi hitam kelam karena kena terik matahari, rambutnya yang hitam kelam menjadi merah pirang karena kena terik matahari. Dirinya, harga dirinya sudah diberikan ke tempat yang paling bawah dengan menengadahkan tangan, meminta-minta di perempatan-perempatan jalan, dengan tepuk-tepuk seratus rupiah, dengan alat dua ratus rupiah, dengan memakai sulak lima ratus rupiah. Dia terima dengan meminta-minta. Sudah rekoso hidupnya, namun kesederhanaan harta dipakai untuk apa? Di pojokan, berempat, berlima, dia haus, silau, kemudian dia memegang kartu-kartu untuk bermain, bahkan minumnya pun bukan sembarangan minuman. Minuman yang memabukkan. Sudah rekoso di dunia, tidak beribadah untuk beribadah di akhirat pun juga akan mengerikan. Semoga yang hadir di sini pada posisi yang pertama, saidun fi dunniya wa saidun fil akhiroh.





BAB II
KHOTBAH JUMAT SEBAGAI WACANA

Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia. Alat komunikasi di sini berartai alat untuk mengukapkan ide, gagasan, isi pikiran, maksud, relitas, dan sebagainya. Dengan kata lain bahasa menjadi alat yang sangat penting bagi manusia. Tanpa bahasa, manusia akan kesulitan berkomunikasi.
Bahasa juga digunakan dalam wacana. Setiap bahasa mempunyai tipe wacana yang berberda, antara lain: narasi, konversi, komposisi, deklamasi dan puisi. Dalam Webster, 1983: 522) (http://massofa.wordpress.com) salah satu kamus bahasa Inggris yang terkemuka, mengenai wacana (discourse) terdapat keterangan sebagai berikut:
1.Komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi ide-ide atau gagasan
2.Komunikasi secara umum, sebagai suatu subjek studi atau pokok telaah
3.Risalat tulis; disertasi formal; kuliah, ceramah; dan khotbah.
Sarana komukasi yang berupa pada umumnya dibagi menjadi dua macam, yaitu sarana komunikasi lisan dan sarana komunikasi tulis. Bahasa yang digunakan oleh manusia tentunya mempunyai fungsi. Halliday yang dikutip oleh sumarlan dkk, (2004: 17-19) membagi fungsi bahasa menjadi tujuh yakni:
1.Fungsi instrumental dalam hal ini bahasa berfungsi menghasilakan kondisi-kondisi tertentu dan menyebakan peristiwa tertentu.
2.Fungsi regulasi dalam hal ini berfungsi sebagai pengawas, pengendali; atau berfungsi untuk mengendalikan atau mengatur orang lain.
3.Fungsi pemerian atau fungsi representasi dalam hal ini bahasa berfungsi untuk membuat pernyataan-pernyataan, menyamapaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan, atau melaporkan realitas yang sebagiamana yang dialami atau dilihat orang.
4.Fungsi interaksi dalam hal ini bahasa berfungsi menjamin dan mementapkan katahanan dan keberlasungan komunikasi serta menajalin interaksi.
5.Fungsi perorangan, fungsi ini memebrikan kesempatan kepada pembicara untuk mengekspreiskan perasaan, emosi pribadi, serta reaksi-reaksi yang mendalam.
6.Fungsi hueristik, fungsi ini melibatkan penggunaan bahasa untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan mempelajari seluk-beluk lingkungan.
7.Fungsi imajinatif dalam hal ini bahasa berfungsi sebagai pencipta sistem, gagasan, atau kisah iamajinatif.
Selain ketujuh fungsi diatas halliday juga merumuskan fungsi bahasa secara makro yang dikutip oleh alex sobur (17: 2004) dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.Fungsi ideasioanal untuk memebentuk, memepertahanakan dan memperjelas hubungan diantara anggota masyarakat.
2.Fungsi interpersonal untuk menyampaikan informasi di antara masyarakat.
3.Fungsi tekstual untuk menyediakan kerangka, pengorganisasian diskursus (wacana) yang relevan dengan situasi.
Berkenaan dengan fungsi yang ketiga yakni fungsi tekstual yang bisa diartikan penggunaan wacana. Masayarakat berkomunikasi dan berinteraksi sosial memelui wujud konkret berupa wacana. Dapat dipastikan bahwa untuk berkomunikasi dan berinteraki sosial dan bergaul melalui bahasa berfungsi ideasional dan interpersoanal; sedangkan untuk merealisasikan dan mewujudkan adanya berkomunikasi dan melakukan adanya wacana bahasa berfungsi tekstual. Dengan adannya wacana untuk berkomunikasi dan melakukan interaksi sosial maka dapat dapat ditegaskan fungsi tekstual pada hakikatnya sarana bagi fungsi lain, yaitu fungsi ideasioanal dan interpersonal.
Seperti halnya bahasa yang dibagi menajadi dua yakni lisan dan tulis, maka wacana dibagi menjadi dua yakni wacana lisan dan tulisan. Kedua bentuk wacana tersebut berbeda. Misalnya wacana tulis berbentuk seperti pada buku-buku teks, surat, dokumen tulis, koran, majalah, naskah-naskah kuno, prasasti. Sedangkan bentuk dari wacana lisan seperti pidato, siaran berita, iklan, dan khotbah yang disamapaikan secara lisan.
Dari urian di atas dapat disimpulkan bahwa wacana baik lisan maupun tulisan mengemban fungsi tekstual dan di dalam fungsi tekstual itulah ide-ide, gagasan, dan isi pikiran diungakapkan; melalui wacana itu pula anggaota manusia berkesemptan menajalin komukasi dan pergaulan, dapat melakukan komunikasi dan pergaulan, dapat melakukan interaksi sosial, dan dapat berkerjasama.
Suatu wacana pada umunya dipahami sebagai unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat. Definisi dari para ahli bahasa pun beragam. Tiap para ahli bahasa menyimpulakan definisi bahasa dari sudut padang yang berbeda. Namun dari kesmuanya tersebut dapat ditarik kesimpulan dan inti yang sama.
1.Willis Edmosson (1981)
Wacana adalah suatu peristiwa yang terstruktur yang dimanifestasikan dalam perilaku bahasa atau yang lainya.
2.Harimurti kridalaksana (1983)
Wacana adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hieraki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam betuk karangan utuh (novel, buku, seri enslikopedia, dsb.) Paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang terlengkap.
3.James Deese (1984)
Wacana adalah seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilakan satu rasa kepaduan atau rasa kohesi itu sendiri harus muncul dari isi wacana, tetapi banyak sekali kepaduan yang dirasakan oleh penyimak atau pemabaca harus
muncul dari cara pengaturan, yaitu pengaturan wacana.



4.Jack Richards (1987)
Wacana merupakan contoh umum bagi contoh-contoh pengguanaan bahasa, yakni bahasa yang diproduksi sebagai hasil tindakan komunikasi.
5.Henry Guntur Taringan (1987)
Wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata yang disampaikan secara lisan dan tertulis
6.Samsuri (1987/1988)
Wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tenatang komunikasi.
7.Anton M. Moelino, et. al. (1988)
Wacana ialah rentetan kalimat berkaitan sehingga terbetuklah makna yang serasi di antara kalimat itu; wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan prosisi satu dengan yang lain membentuk satu kesatuan.
8.Aminudin (1989)
Wacana adalah keseluruhan unsur-unsur yang membangun perwujudan paparan dalam peristiwa komunikasi.
9.Abdul Chaer (1994)
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam heiraki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.
10.B.H. Hoed (1995)
Wacana adalah satuan bangun teoritis yang bersifat abstrak.
11.Jusuf Syarif Badudu
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan prosisi satu dengan yang lain membentuk satu kesatuan, sehingga terbetuklah makna serasi diantara kalimat-kalimat itu sendiri. Wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata yang disampaikan secara lisan dan tertulis.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang tertinggi dan terlengakap dimana retetan kaliamat berhubuangan satu dengan yang lain dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata yang disampaikan secara lisan dan tertulis. Sehingga selama ini bahwa wacana dianggap hanya berupa teks tapi bisa juga berbentuk lisan.
Dari pendapat Abdul Chaer (dalam Budhi Setaiawan 2006: 8) menganai batasan wacana yakni Wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata yang disampaikan secara lisan dan tertulis, maka urutan dalam linguitik yang terkecil sampai yang terbesar adalah sebagai berikut :
1.fonem
2.morfem
3.kata
4.frase
5.klausa
6.kalimat
7.wacana
Apabilia kita melihat dasar-dasar pemabagian diatas maka dapat dipastikan dalam unit-unit bahasa tulis sebagai wacana tulis sebagai berikut:
1.Wacana
2.Gramatika dan leksis
3.Fonologi
4.Subtansi
Sedangakan apabila bahasa lisan sebagai wacana unit-unit sebagai berikut:
1.Wacana
2.Intonasi dan garamatika serta leksis
3.Fonologi
4.Subatansi
Pada dasarnya unit wacana merupakan unit unit alamiah dengan awal dan akhir atau permulaan dan penutup yang nyata atau pasti, dan sejumlah strutur internal. Dengan perkataan lain, unit-unit wacana mempunyai akhir struktur internal yang diorganisasi oleh sejumlah prinsip-prinsip formal dan kultural, termasuk ke dalamnya bagaimana caranya hal-hal itu ada harus ada. Di samping mempunyai ciri utma urutan kala, maka narasi, sebagai unit wacana kreatif yang bersifat personal mempnyai bagian-bagian lain, yaitu: a. abstrak, b. oreintasi, c. koda sehingga urutan-urutan itu dapat kita sejajarkan dengan ururtan kata: a awal atau permulaan; b. tengah, c. akhir atau penutup (Linde dalam Henry guntur Taringan dalam Budhi Setiawan, 2006: 12). Sehingga dapat diasusmsikan bahwa sebuah wacana harus memilki ketiga unit tersebut sehingga bisa dikatakan sebagai sebauah wacana.
Wacana dapat dikalsifikasikan menjadi berabagai jenis menurut dasar pengkalisikasiannya. misalanya berdasakan bahasanya, realitasnya, media komunikasinya, jenis pemakainya, bentuk, serta cara dan tujuan pemaparanya, isinya, cara pemeberanya, cara penguakapkanya.
Bedasarkan bahasanya yang dipakai sebagai sarana untuk mengukapakanya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi:
1.Wacana bahasa nasional (Indonesia)
2.Wacana bahasa lokal atau sebagaianya (bahasa Jawa, Madura, bali, Sunda dan sebaginya)
3.Wacana bahasa internasional (Inggris)
4.Wacana bahasa lainya, seperti bahasa Belanda, Jerman, Perancis, dan sebaginya.
Bedasarkan realisnya wacana dibagi menjadi dua yakni:
1.Verbal atau kehadiran bahasa dengan kelengkapan struktural bahasa, mengacu pada struk apa adanya
2.Nonverbal mengacu pada wacana sebagai rangkaian nonbahasa yang bermakna. Wacana nono bahasa yang berupa isyarat, berupa:
a.Isyarat dengan gerak-gerik sekitar kepala atau muka
b.Isyrat yang ditujukan melalui gerak anggota tubuh selain kepala
c.Tanda-tanda rambu lalu lintas
d.Tanda di luar rambu lalu lintas
Bedasarkan media yang digunakan, wacana dapat dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni:
1.Wacana lisan wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media lisan.
2.Wacana tulis wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media tulis.
Bedasarkan sifat atau jenis pemakianya wacana dapat dibedakan menjadi:
1.Wacana dialog yaitu wacana atau percakapan yang dialakukan dua orang atau lebih secara langsung.
2.Wacana monolog yaitu wacana yang disampaikan seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartipasi secara orang lain.
Wacana bedasarkan bentuknya dapat dibagi atas
1.Wacana prosa adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa.
2.Wacana puisi adalah wacana disamapaikan dalam bentuk puisi
3.Wacana drama adalah wacana disampaikan dalam bentuk drama.
Bedasarkan cara dan tujuan pemparanya, pada umunya wacana diklasifikasikan menjadi lima macan sebagai berikut:
1.Wacana narasi atau penceritaan yaitu wacana yang mementingkan urutan waktu, dituturkan oleh persona pertma atau ketiga dalam waktu tertentu.
2.Wacana deskripsi yaitu wacana yang bertujuan melukiskan, menggambarkan atau memerikan sesuatu apa adanya.
3.Wacana eksposisi atau wacana pembeberan yaitu wacana yang tidak mementingkan waktu dan pelaku.
4.Wacana argumentasi adalah wacana yang berisi ide atau gagasan yang dilengkapi dengan data-data sebagai bukti, dan bertujuan menyakikan pembaca akan kebenaran ide atau gagasanya.
5.Wacana persuasi ialah wacana yang isinya bersifat ajakan atau nasihat, biasanya ringkas dan menarik, seta bertujuan untuk mempengaruhi secara kuat pada pemabaca atau pendengar agar melakukan nasehat atau ajakan tersebut.
Wacana bedasakan isinya dapat dibagi menjadi tujuh yakni:
1.Wacana naratif ialah rangakaian tuturan yang menceritakan atau menyajikan hal atau kejadian atau peritiwa melalui penonjolan pelaku.
2.Wacana prosedural merupakan rangkian tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurututan yang tidak boleh terbolak-balik unsur-unsurnya karena urugensi terdahulu menjadi landasan unsur yang berikutnya.
3.Wacana hartatorik adalah tuturan yang isinya bersifat ajakan atau nasihat, kadang-kadang tuturan itu bersifat merperkuat putusan agar lebih menyakinkan.
4.Wacana ekspisitorik adalah rangkian tuturan yang bersifat memaparkan suatu pokok pikiran
5.Wacana deskriptif pada dasarnya berupa rangkaian tuturan yang memaparkan atau melukiskan sesuatu, baik bedasakan pengalam pelakunya atau pengetahu penuturnya.
6.Wacana dramatik rangkian tuturan yang berbentuk drama.
7.Wacana epistolari wacana epitolari digunakan di dalam surat-surat, dengan sistem dan bentu tertentu.
8.Wacana serimonial berhubungan dengan upacara adat yang berlaku di masyarakat bahasa.
Wacana besarakan cara penggunanya dibagi menjadi dua
1.Wacana langsung
2.Wacana tidak langsung
Wacana bedasarkan cara pembeberanya diabgi menjadi dua
1.Wacana pembeberean merupakan wacana yang tidak mementingkan waktu dan pentur dan berorintasi pada pokok pembecaraan, dan bagian-bagian logis.
2.Wacana penuturan merupakan wacana yang memetingkan urutan waktu, dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu,berorintasi pada pelaku, dan seluruh bagainya diikat oleh kronologi.
Khotbah Juma’t merupakan komunikasi secara lisan antara khotib dan jamaah Sholat Juma’t. Dalam Khotbah Juma’at bisanya berisi tentang ajakan berbuat kebaikan atau syiar agama. Khotbah juma’at disampikan saat akan menjelang Sholat Juma’at dimulai sekitar jam 12 siang, sedangkan shola Juma’at merupakan pengganti Sholat Ashar bagi kaum laki-laki yang beragama Islam yang hukumnya wajib bagi laki-laki dewasa. Dalam rangkaian Sholat Juma’t ini khobat merupakan hal terpenting sebagai penyejuk rohani dan memebrikan nasehat.
Seperti yang diungakapkan diatas bahwa Khobah Juma’at merupakan komunikasi menggunakan bahasa lisan. Dalam komunikasi yang ada dalam sholat Jum’at terdapat unit-unit bahasa yang kompleks. Bentuk konkret dari khotbah merupakan dari fungsi ideasional dari keinginan khotib untuk memperthanakan anggota masyarakat muslim dan fungsi intrapersonal khotib yang ingin berkomunikasi dengan jamaahnya. Sehingga layak Khotbah Juma’t layak disebut sebagai wacana.
Selain itu dari defisisni wacana yang disimpukan adalah satuan bahasa yang tertinggi dan terlengakap dimana retetan kaliamat berhubuangan satu dengan yang lain dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata yang disampaikan secara lisan dan tertulis. Sehingga selama ini bahwa wacana dianggap hanya berupa teks tapi bisa juga berbentuk lisan. Maka Khobat Juma’at juga kita sebagai salah satu wacana dalam bentuk lisan.
Hal ini disebabkana karena dalam khotbah terdapat unsur-unsur satuan bahasa tertinggi yang sudah mengadung makna dalam Khotbah Juma’t berparagaf-paragaf memiliki makna yang kompleks dan setiap gagasannya yang ada dalam paragraf saling berbadu.

Khotbah Juma’at walaupun berbentuk bahsa lisan bukan berarti tidak mempunyai kohesi dan koherensi karena setiap wacana yang dianalisis harus memiliki keduanya. dalam setiap gagasan dalam Khotbah Juma’at selalu rututut dan mempunyai kronologis yang tidak bisa dipisahkan. Keterikatan antara satu dengan yang lain pun sangat menonjol.
Apabila kita melihat Khotbah Juma’at lebih mendalam kita akan menemui bahwa Khotbah Jum’at terdiri dari pembuka yakni salam dan doa yang ditujukan kepada Tuhan dan jemaat. Kemudian ditenngahnya terdapat renungan yang merupakan isi dari khotbah. Di akhirnya terdapat doa dan penutup salam. Rangakaian diatas telah memenuhi syarat sebagai sebuah wacana.
Bedasarkan jenisnya Khotbah Juma’at dapat merupakan bahasa lisan. Bedasarkan bahasanya yang dipakai menggunakan wacana nasional dan bahasa lain. Karena menggunakan dua bahasa yakni bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Bedasarkan realisnya wacananya merupakan wacana verbal karena kehadiran bahasa dengan kelengkapan struktural bahasa, mengacu pada struktur apa adanya. disini terdapat unit-unit wacana bahasa lisan seperti:
1.Wacana
2.Intonasi dan garamatika serta leksis
3.Fonologi
4.Subatansi
Bedasarkan media yang digunakan Khotbah jumaat merupakan wacana lisan karena berbenyuk pidato keagamaan. Wacana bedasarkan bentuknya merupakan prosa. Bedasarkan cara dan tujuan pemparanya merupakan wacana hartatorik karena khotib dalam penuturanya bersifat ajakan atau nasihat, kadang-kadang tuturan itu bersifat merperkuat putusan agar lebih menyakinkan
Bedasarkan sifat atau jenis pemakianya wacana Khotbah Jum’at merupakan Wacana monolog karena apa yang disampaikan Khotib seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartipasi secara orang lain tidak ada pertanyaan dari anggota jamaah. Bedasarkan cara dan tujuan pemparanya merupakan wacana persuasi. Di dalam Khotbah wacananya isinya bersifat ajakan atau nasihat, biasanya ringkas dan menarik, serta bertujuan untuk mempengaruhi secara kuat pada pendengar agar melakukan nasehat atau ajakan tersebut.
Wacana besarakan cara penggunanya ada dua metode yang diguanakan yakni secara langssung saat mengajak untuk berbuat baik dan secara tidak langsung ketika memeberikan kutipan Al Hadist dan Al Qur’an. Wacana bedasarkan cara pembeberanya meruapakan wacana pembeberean. Disni Khotib menggunakan wacana yang tidak mementingkan waktu dan penutur dan berorintasi pada pokok pembecaraan, dan bagian-bagian logis.Waktu yang meloncat-loncat dipilih oleh khotib.




BAB III
MIKROLINGUISTIK

Analisis mikrolinguistik atau mikrostruktural terdiri dari dua, yaitu leksikal dan gramatikal.
A.Kohesi leksikal
1.Repetisi
Repetisi atau pengulangan dalam khotbah Jumat ini, antara lain: kata dasar ”nikmat”, pada kata kenikmatan, nikmati, nikmat; kata ”Allah”; ”dunia”, ”akhirat” dan lainnya.
2.Sinonimi
Sinonimi yang terdapat dalam khotbah Jumat ini, antara lain: hadirin dan jamaah, mahluk dan hamba
3.Kolokasi
Kolokasi pada khotbah Jumat ini antara lain: ibadah, amal, solat, berjakat dab pahala

B.Kohesi Gramatikal
1.Pronomina, misalnya pada kata ganti penghubung ”yang” pada kalimat berikut:
”Sesungguhnya Allah mencintai hamba-hambaNya yang muttaqin, yaitu hamba-hambaNya yang melaksanakan perinta-perintahNya dan menjahui larangan-laranganNya”
2.Substitusi
Misalnya:
Kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT, pada siang yang cerah ini, yang bahagia ini, marilah kita bersama-sama lebih mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dengan memuji Allah, mengagungkan Allah, membesarkan nama Allah, bahwa di jagat raya in hanya Allah lah maha Suci, hanya Allah lah yang maha Agung, maha Pencipta dan maha segala-galanya.
3.Elipsis
Misalnya: ”Maka, kita wajib dan harus mensyukuri nikmat Allah agar kita semuanya menjadi hamba-hamba Allah yang selalu dicintai Allah”. Pada kalimat ini terjadi pelesapan subjek, yaitu ”kita”.
4.Konjungsi
Konjungsi pada khotbah Jumat ini, misalnya: dan, tetapi, atau, namun dan sebagainya.



BAB IV
MAKROLINGUITIK

Dalam menganalisis wacana (secara makrolinguistik) sasaran utamanya adalah status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks (lingkungan atau situasi penggunaan bahasa), baik konteks linguistik maupun konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik mengacu pada teks atau bagian teks, sedangkan konteks ekstralinguistik mengacu pada hal-hal di luar bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau setting dan bentuk komunikasi(dalam http://massofa.wordpress.com ).
Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik dan ekstralinguistik.
Teks yang dianalisis pada pembahasan ini teks khotbah jumat, yaitu teks lisan yang dituangkan dalam bentuk tulisan (Bab I). Bahasa yang digunakan adalah bahasa dalam kehidupan sehari-hari, bahasa Indonesia. Namun, masih ada beberapa istilah yang mengadopsi bahasa asing, seperti bahasa Arab, bahasa Inggris, dan bahasa Jawa. Bahasa Arab, misalnya: Allahu akbar, subhanallah, dan lain sebagainya. Dalam bahasa Inggris, misalnya: memorandum of understanding. Bahasa Jawa, misalnya: mboten, tetep, mampir ngombe dan sebagainya.
Selain penggunaan bahasa asing, sang khotib juga menggunakan kata yang diulang beberapa kali, misalnya kata eman-eman. Kata ini sering disebutkan untuk meyakinkan jamaah agar tidak melaksanakan dan merenungkan hal-hal yang belum atau telah terjadi.
Contoh kalimat:
”Eman-eman kalau kita habis solat, kemudian kita tidak memohon kepada Allah, tidak meminta ampun kepada Allah, eman-eman”
Konteks ekstralinguistik terdiri dari praanggapan, partisipan, topik, atau kerangka topik, latar, saluran dan kode. Praanggapan yang terdapat dalam khotbah Jumat ini, misalnya:
”Maka, mohonlah, mohonlah dan mohonlah! Kita bahagia di dunia, kita bahagia di akhirat. Itulah cita-cita kita semuanya”.
Pada kalimat ini, khotib menganggap bahwa kalau kita memohon sesuatu hanya kepada Allah, maka kita akan bahagia di dunia dan di akhirat. Namun, jamaah atau pendengar bisa mempunyai anggapan yang berbeda karena kehidupan di akhirat belum terjadi, sehingga belum bisa merasakan.
Selain praanggapan ada juga partisipan(pelaku), dalam khotbah jumat ini adalah warga yang beragama islam, di salah satu daerah di Jakarta dengan khotib Bapak Joko. Waktunya pada hari Jumat setelah bulan Syawal. Topik yang dibicarakan tentang ajakan untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, saluran yang digunakan berupa bahasa lisan dan bentuk komunikasinya monolog, sang khotib berhkutbah di depan jamaah.



BAB V
KOSA KATA

1.Allahu akbar : Allah maha Besar
2.Hamba : budak
3.muttaqin : orang yang bertaqwa
4.Wainnallaha yuhibbul muttaqin: sesungguhnya Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang bertaqwa
5.Wahualladzi kholaqossamawati wal ardho bil khaq: Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar.
6.Saidu fi dunia wa saidu fil akhiroh: bahagia di dunia dan bahagia di akhirat
7.Eman-eman : terasa akan rugi, takut kalau menyesal
8.habis : tidak ada yang tersisa
9.maksum : orang yang selalu memohon untuk diampuni dosanya
10.Lain syakartum la-ajidannakum wa lain kafartum minal ’adabi lasyadid : barang siapa mensyukuri nikmat Allah akan ditambah nikmatnya
11.pedih : tersa sakit
12.ibadah : perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Tuhan, yang didasari iman dan taqwa
13.pas-pasan : sederhana
14.mepet : mendesak
15.RT : rukun tetangga, kumpulan dari orang yang bertetangga
16.BOS : biaya operasional sekolah
17.sakhiyun fi dunia wa saidu fil akhirot: menderita di dunia, namun bahagia di akhirat
18.agung : besar
19.tetep : tetap
20.sodakoh : beramal
21.amal : perbuatan (baik dan buruk)
22.ibarat : laksana, umpama
23.mampir ngombe: singgah sebentar
24.MOU(memorandum of understanding ): kesepakatan yang telah dibuat atau hasil perjanjian
25.Innadinna ’indaallohi islam : memeluk agama islam
26.Ya ayyuhalladzi naamanu : hai orang-orang yang beriman
27.wong-wong : manusia
28.seng : yang
29.Ya ayyuhannas : hai manusia
30.manungso : manusia
31.Ramadhan : salah satu bulan suci umat islam, pada bulan ini seluruh umat islam diwajibkan untuk berpuasa dan beribadah sesuai ketentuan
32.Syawal : bulan setelah bulan Ramadhan, pada bulan ini seluruh umat islam merayakan kemenangan setelah menjalankan ibadah puasa selama satu bulan
33.Puasa : menahan hawa nafsu, makan dan minum pada siang hari, atau ketentuan
34.rekoso : susah
35.amanah : pesan
36.berfoya-foya : bersenang-senag
37.teriang-iang : teingat
38.alpa : lupa
39.congkak : sombong
40.berinfaq : memberikan sumbangan, selain zakat wajib
41.kolbun mayyit : hak bagi mayat
42.Direwangi : dibantu, dinomersatukan
43.hitam kelam : sangat hitam
44.menengadahkan tangan : meminta-minta
45.sakhiyun fi dunnia wa sakhiyun fil alkhiroh: sengsara di dunia dan sengsara di akhirat
46.saidun fi dunia wa sakhiyun fil akhiroh: bahagia di dunia, sengsara di akhirat
47.semoga : berharap
48.rupiah : mata uang negara Indonesia
49.kategori : golongan
50.ampun : meminta
51.syiam : puasa
52.sulak : alat untuk membersihkan debu
53.kartu : potongan kertas yang ada keterangannya
54.trontong-trontong : kaleng-kaleng
55.gratis : tidak keluar biaya
56.sadar : mengaku
57.seng : yang
58.islam : agama yang dibawa nabi Muhamad
59.iman : percaya
60.miskin : tidak memiliki harta yang cukup
61.Nyawa : roh
62.takabur : sombong
63.posisi : letak, tempat







DAFTAR PUSTAKA

Alex Sobur. 2004. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Budhi Setiawan. 2006. Analisis Wacana. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Sumarlan, dkk. 2003. Teori dan Praktek Analisis Wacana. Solo: Pustaka Cakra Surakarta.
Soeseno Karto Miharjo. 1993. Analisis Wacana dengan Penerapannya pada Beberapa Wacana (dalam Pelba 7). Jakarta: Unika Atamajaya.
Wacana Bahasa Indonesia. Dalam http://massofa.wordpress.com . Diakses Tanggal 5 Desember 2008.

Kamis, 23 Juli 2009

idahkah perasaan haru...jika sang pujaan tak lagi membelokkan wajahnya
kini dia berpendar dan mencari pelarian
adakah rasa cinta yang masih pantas tersimpan?
mengapa cinta itu begitu menyesakkan dan membuat lara?
adakah cinta yang manis? seperti gula?
adakah senyum cinta tanpa tendesi yang acap kali menjadi luka?
tak mampu jika harus berjumpa dan berpapas...

Jumat, 03 Juli 2009

kualitatif

REAKSI KEJIWAAN TIGA TOKOH
TELADAN KEWIRAAN
TERHADAP SITUASI FRUSTASI DALAM
NASKAH TRIPAMA
(Kajian Psikologi Sastra)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penelitian Kualitatif
Dosen Pengampu






Oleh:
Ernawati K1205014

PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2008
REAKSI KEJIWAAN TIGA TOKOH TELADAN KEWIRAAN
TERHADAP SITUASI FRUSTASI DALAM NASKAH TRIPAMA
(Kajian Psikologi Sastra)

A KAJIAN TEORI
1. Pengertian Psikologi
Bimo Walgito (1997: 9) menjelaskan bahwa psikologi merupakan suatu ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku atau aktivitas-aktivitas itu sebagai manivestasi hidup kejiwaan. Kartini Kartono (1990: 1) berpendapat psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang tingkah laku dan kehidupan psikis (jiwani) manusia. Sedangkan Alkison (terjemahan Nurjanah) mengemukakan bahwa psikologi ialah studi ilmiah mengenai proses perilaku dan mental (1997: 18).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat dismpulkan bahwa psikologia adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai aktivitas kehidupan.
Psikologi menyangkut kepribadian seseorang yang dikendalikan oleh bawah sadarnya. Orang terkadang tidak sadar bahwa bawah sadar sangat berpengaruh terhadap hidup dan hal ini tidak disadari. Freud(dalam Suryabrata, 2001: 24) mengatakan bahwa kepribadian tersusun atas tiga sistem atau aspek, yaitu:
a Id (Das Es)
Id adalah aspek biologis dan merupakan sistem original dalam kepribadian (Freud dalam Suryabrata, 2001: 125). Dari aspek inilah aspek ego dan superego berkembang. Id merupakan reservoir energi psikis yang menggerakkan ego dan superego.
b Ego (Das Ich)
Ego timbul karena kebutuhan organisme memerlukan trnasaksi yang sesuai dengan dunia kenyataan objektif. Ego membedakan antara yang hal-hal yang terdapat dalam batin dan dunia luar. Ego disebut eksekutif kepribadian karena mengontrol pintu ke arah tindakan, memilih segi-segi lingkungan ke mana ia akan memberi respon, dan memutuskan insting mana yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya.
c superego(Das Uber Ich)
Superego adalah aspek sosiologi kepribadian yang lebih menekankan kesempurnaan daripada kesenangan. Superego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian. Titik fokus superego adalah menentukan apakah sesuatu benar dan salah, patas atau tidak, susila atau tidak.

2. Frustasi
Salah satu kondisi kejiwaan manusia yang abnormal adalah frustasi. Freud dalam Robert W. Lundin (1951: 61) menyebutkan situasi frustasi ditujukan oleh penderitaan atau ketidaknyamanan perasaan atau keberadaan pada diri seseorang atau dengan kata lain tujuan dari id tidak bisa diwujudkan.
Frustasi terjadi jika gerak ke arah tujuan yang diinginkan terhambat atau tertunda (Nurjannah Taufiq dan Agus Dharma, 2001: 199). Berbagai hambatan baik eksternal maupun internal dapat mengganggu usaha seseorang untuk mencapai tujuan. Ia juga menjelaskan bahwa frustasi disebabkan oleh hambatan lingkungan, keterbatasan pribadi dan konflik.
Hambatan lingkungan disebabkan oleh lingkungan fisik dan sosial. Lingkungan fisik menimbulkan hambatan seperti kemacetan lalu lintas, antrian, bencana alam dan lainnya, sedangkan lingkungan sosial menimbulkan hambatan dalam bentuk larangan yang ditetapkan orang lain.
Hambatan keterbatasan pribadi berasal dari individu sendiri. Misalnya; cacat tubuh, ketiadaan kemampuan tertentu dan lain sebagainya. Rasa frustasi jenis ini terjadi karena individu yang bersangkutan menetapkan tujuan di luar jangkauan kemampuannya.
Frustasi karena konflik muncul karena adanya konflik antara dua motif yang bertentangan. Bila dua motif saling bertentangan, kepuasan motif yang satu akan menimbulkan frustasi motif yang lain. Misalnya pilihan antara membantu teman saat ujian atau berlaku jujur. Hal ini menimbulkan konflik tersendiri bagi individu.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa frustasi adalah perasaan ketidaknyamanan seseorang karena tujuannya tidak tercapai yang disebkan oleh lingkungan, pribadi maupun konflik yang sedang dialaminya.

3. Reaksi terhadap Frustasi
Menurut Nurjannah Taufiq dan Agus Dharma (2001: 206) frustasi mengakibatkan munculnya reaksi, yaitu:
a. Agresi
Agresi diekspresikan langsung terhadap benda atau orang yang menjadi sumber frustasi. Kadang-kadang sumber frustasi tidak jelas, sehingga orang akan mencari sesuatu untuk diserang.
b. Apati
Apati adalah sikap acuh tak acuh dan menarik diri.
c. Regresi
Regresi merupakan tindakan kembali ke bentuk perilaku yang tidak matang, yaitu perilaku khas pada usia yang lebih muda.
Ruch dalam Dwi Hariningsih (2004: 20-21) juga mengklasifikasikan reaksi frustasi menjadi tiga tipe tingkah laku, yaitu:
a. Reaksi Agresif
Adalah perilaku seseorang akan menyerang orang lain yang merintanginya. Perilaku ini merupakan suatu reaksi agresif dari frustasi.
b. Reaksi Penangguhan(withdrawal)
Reaksi penangguhan dibagi menjadi beberapa tipe, antara lain: 1) Represi adalah proses mengungkapkan suatu tekanan dari ketidaksadaran berpikir pada perasaan yang menimbulkan penderitaan, rasa malu, atau rasa bersalah; 2) Fantasi adalah proses melarikan diri ke dunia khayal yang dibentuk oleh seseorang yang mengalami frustasi; 3) Mengembara(nomadism) adalah proses mencari kepuasan dengan mencoba melarikan diri dari situasi yang menyebabkan frustasi; dan 4) Beatnik adalah usaha mengatasi frustasi dengan cara tampil beda atua membentuk gaya hidup sendiri.
c. Reaksi Kompromi
Adalah suatu reaksi yang mencoba menghadapi frustasi dengan cara mengurangi ambisiusitas atau menerima segala sesuatu apa adanya.

4. Hakikat Pendekatan Psikologi Sastra
Henry Guntur Tarigan (dalam Nurhadi, 1987: 146) menjelaskan bahwa psikologi sastra adalah studi yang mendalami segi-segi kejiwaan penulis, karya dan pembaca.
Menurut Roekhan dalam Suwardi Endraswara(2003: 97) pendekatan psikologi sastra ditopang oleh tiga dasar, yaitu: 1) Pendekatan tekstual yang mengkaji aspek psikologis tokoh dalam karya sastra; 2) Pendekatan reseptif pragmatik, mengkaji aspek psikologis pembaca sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya yang dibacanya, serta proses resepsi pembaca dalam menikmati karya sastra; dan 3) Pendekatan ekspresif, pendekatan yang mengkaji aspek psikologis seorang penulis ketika melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat berkarya, baik penulis sebagai pribadi maupun wakil dari masyarakat.
Pada perkembangannya kajian psikologi sastra terbagi menjadi empat (Rene Wellek dan Austin Warren dalam Nurhadi, 1987: 146), yaitu:
a. Studi psikologi terhadapa pengarang sebagai tipe dan pengarang sebagai individu.
b. Studi mengenai proses kreatif.
c. Styudi mengenai tipe dan hukum-hukum karya sastra.
d. Studi mengenai efek karya sastra terhadap kejiwaan pembacanya.
Berdasarkan beberapa pendapat tokoh di atas pendekatan psikologi sastra merupakan studi yang mendalami kejiwaan atau psikologis penulis(pengarang), karya yang diciptakannya, pembaca serta efek-efek yang ditimbulkannya.

B DESKRIPSI DATA
Deskripsi dan analisis ini berdasarkan kajian teori Ruch dalam Dwi Hariningsih yang dibagi menjadi dua kategori, yaitu kategori situasi frustasi dan reaksi terhadap situasi frustasi. Kategori situasi frustasi yang ditemukan dalam naskah Tripama ini adalah situasi frustasi lingkungan dan konflik. sedangkan reaksi terhadap situasi frustasi dalam kategori reaksi agresif dan penangguhan. kategori pengguhan dibagi lagi menjadi represi, mengembara, beatnik dan kompromi.

1. Data yang Termasuk Kategori Situasi Frustasi
a Frustasi karena Lingkungan
Tripama(c): 7
Kemelut perang Alengka yang sudah memakan banyak korban tidak menggrakkan hati Kumbakarna. Dia tidak mau tahu dan tidak mau ambil peduli terhadapnya. Karena negara Alengka semakin parah, lingkungan hidup banyak mengalami kerusakan, korban makin banyak berjatuhan, Rahwana berpengharapan supaya adiknya, Kumbakarna mau tampil ikut serta mengusir tentara Pancawati dari kawasan Alengka.
Tripama (d)(ii): 11
...sebagai anak terlantar karna muda kekeringan kasih sayang dari orang tua kandung. Maka ia tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang memiliki sikap keras dan teguh memperjuangkan prinsip hidup. Berbagai pengalaman yang dihadapi memberi pelajaran baginya untuk berbuat teguh dalam prinsip dan luws bertindak’.

b Frustasi karena Konflik
Tripama (1): 6
// Ada lagi tokoh yang pantas diteladani, bernama Kumbakarna, kesatria agung nagari Alengka. Berwujud raksasa dan bersikap penampilan kesatria berbudi luhur. Sejak awal pecah perang Alengka sudah mengingatkan Rahwana, supaya menghentikan peperangan tersebut demi keselamatan negara. Namun Rahwana, kakaknya tidak mau mengubah pendiriannya, karena melawan tentara kera//
// Setelah mendapat perintah dari Rahwana, Kumbakarna berangkat mengusir musuh yang menyerang negerinya. Dengan jiwa besar kesatria Kumbakarnan berangkat bertempur tidak didorong oleh keinginan membela kakaknya yang bertindak salah, tetapi bertekad menyelamatkan nagari warisan leluhurnya dari serangan bala kera. Langkahnya disemangati dengan semboyan ’Lebih baik mati di medan laga daripada menyaksikan kerusakan nagari Alengka’//
Tripama(d): 11
Pihak-pihak yang masih berseberangan tersebut terdapat tokoh-tokoh yang masih dalam hubungan saudara, baik saudara sepupu maupun saudara kandung. Karna(Basukarna) dan Arjuna (Janaka) keduanya dikenal masih ”sa-udhara’ (sa-perut), sekandung, se-ibu, yakni Kunti. Dalam perkembangan hidupnya Karna dan Arjuna dapat dikatakan sekandung berselisih jalan. Pertemuan Karna dan Arjuna berhadap-hadapan dalam perang besar Bratayuda dapat disebut’Perang Kandang’.
Tripama (e): 14
Untuk menyempurnakan hidupnya sebagai kesatria, Karna tetap tetag berada di Astina menjadi tumpuan harana dan kekuatan Korawa. Sikap tegas Karna tersebut dilandasi tujuan luhur: (i) tata-lahir, Karna berada di kubu Korawa, menjadi kepercayaan Korawa sebagai senapati perang; (ii) tata-batin, Karna menegakkan kebenaran (yang diwakili Pandawa) untuk melumpuhkan kemungkaran (yang diwakili Korawa). Tidak adanya Karna di Astina, Duryudana takut berperang, Bratayuda tak terjadi, kemungkaran akan tetap merajela.

2. Data yang termasuk kategori reaksi terhadap situasi frustasi
a. Reaksi Agresif
Tripama (d)(iii): 4
Sebagai patih yang pernah menjadi hulubalang raja maka ketikamenghadapi serangan musuh dari Alengka, tidak tanggung-tanggung Patih Suwanda tampil di barisan peling depan untuk menggunakan kesempatan meningkatkan diri menguji kedigdayaannya. Dengan gagah berani Patih Suwanda menghadapi musuh yang mennggagu kedaulaan nagari Maespati. Akhirnya Patih Suwanda dikalahkan Rahwana dan gugur di medan laga sebagai pahlawan bangsa.
Tripama (b): 7
Tindakan angkara yang menjadi penyulut perang besar Alengka-Pancawati adalah penculikan dan penyandraan Dewi Sinta, permaisuri Prabu Ramawijaya nagari Pancawati, yang dilakukan oleh Rahwana dengan dukungan para pembantu setianya. Tindakan angkara yang dilakuakn oleh Rahwana tersebut mendapat tentangan keras dari Kumbakarna.
Tripama (c): 14
Pengalaman masa muda yang penuh dengan keprihatina ikut membentuk pribadi adipati Karna menjadi manusia yang bersikap baja, tegas dan teguh menjalankan prinsi hidup. prinsip hidup yang sudah mempribadi dan dipegang teguh dan tidak pernah menyerah mengorbankan prinsip hidupnya.
Tripama (b): 15
Sifat jantan dan tegas adipati karna tidak dilandasi cina kasih yang manusiawi. Pengalaman masa kecil yang terlantar penuh kesulitan menyemaikan rasa dendam mendalam yang menjelma menjadi kebencian terhadap pihak-pihak yang dipandang lalai atau tdak peduli terhadapnya. kebenciaanya terarah pada ibunya, saudaranya dan kerabatnya. Maka Adipati Karna dikenal sebagai kesatria yang pendendam. Kalaupun dia seorang pahlawan dapat dilengkapkan gelarnya, pahlawan pendendam.

b. Reaksi Penagguhan
1). Represi
Tripama(c): 7
Agar tidak terlibat dalam tindak kejahatan, lebih baik Kumbakarna menjalani “tapa bisu”(bertapa dengan cara berdiam seperti tidur). Baru mau bangun dari tidur setelah dicabut “wulu-cumbu”nya.


2). Mengembara
Tripama(2)(a): 3
Sebagai seorang putra Pandita Raden Sumantri tidak ditimang untuk tinggal di desa selamanya. Dia diharapkan tidak tinggal di dusun (ywa kulineng ardi), supaya pergi ke kota berusaha mengabdi nagari. Dengan jlan mengabdi nagari (suwiteng praja) niscaya akan dapat menjadi manusia berpribadi dan berprestasi. Saran orang tuanya diindahkan, padepokan Jatisarana ditinggalkan, jadilah dia mengabdi nagari Maespati.
3). Reaksi Beatnik
Tripama (d)(i): 4
Pernyataan diri sebagai seorang ’wadat’, yakni melajang(membujang) selama-lamanya. Sikap tersebut dilakuakn dengan tujuan: (1) ke-wadat-an dipercaya sebagai jalan untuk mempertahankan kekuatan gaib atau kedigdayaan yang dimilikinya; (ii) dengan menyatakan ’kewadatan’ tersebut supaya Patih Suwanda tidak dicurigai oleh siapa pun dalam hubungannya dengan penguasaan dan kepemilikan wanita yang menghambakan kedigdayaannya.
4). Regresi
Tripama(iii): 13
Perang tandinga akan menghasilkan kemenagan bersama, Karna dan Arjuna. Karna merasa senagn dapat tampil berhadapan melawan Arjuna. Pada dasarnya Karna pun sudah memahami bahwa dalam perang tanding nanti dia akan dikalahkan Arjuna. Sebagaimana disebutkan dalam Tripama: ”...aprang tanding lan sang Danajaya, Sri Karna suka manahe, dene sira pikantuk, marga dennya arsa males sih...Karna mati janemparing...”(b: 6D). sekalipun demikian dengan perang tanding tersebut. Karna merasa memperoleh beberapa kemenagan sebagai kesatria Wiratama, yakni:
satu: Adipati Karna dapat membalas budi baik kepada Duryudana yang telah banyak membantu dalam membesarkan, memberdayakan dan memberi kepercayaan besar kepada dirinya sebagai penglima perang.
dua: Karna dapat menyelesaikan tugas hidup dengan baik, yakni berbakti kepada negara tempat dia mengabdikan hidupnya.
tiga: Karna dapat mengpbarkan semangat bertempur pada kubu Korawa sehingga perang besar Bratayuda dapat terjadi(dadi).
5). Reaksi Kompromi
Tripama (d)(ii): 4
Pernyataan sukap Patih Suwanda untuk menguji kemampuan Prabu Harjuasasrabahu. Telah menjadi kesan umum, bahwa Prabu Harjunasasrabahu terkenal sangat digdaya dan teguh membela kebenaran dan keadilan. Maka Ptih Suwanda ingin mencoba kekuatan pimpinannya. Terjadi perang tanding, Patih Suwanda kalah, akhirnya mengakui kebesaran dan kekuatan raja Maespati.
Tripama(b): 14
Basukarna hidup dan mengembangkan hidupnya di negara Astina. Semua kebutuhan hidupnya didapat, diperoleh dan diterima dari negara tersebut. Bagaimanapun ceritanya, Karna tidak dapat mengingkari kenyataan tersebut. Dia tetap berpendirian tegas bahwa Astinalah tanah airnya, dan bertekad menjunjung tinggi kehormatan tanah air yang dicintainya. Untuk mnyempurnakan hidupnya sebagai kesatria, Karna berusaha menciptakan keseimbangan hidup yang diwujudkan dalam sikap mencintai tanah air. Rasa cinta tanah air dibuktikan dengan jalan merelakan segala-galanya, termasuk jiwa raganya. Karna gugur di medan perang Bratayuda sebagai pahlawan kusuma bangsa (sumbogowirotama).

C PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan dibahas analisis data yang dideskripsikan serta klasifikasinya. Kategori situasi frustasi yang ditemukan dalam naskah Tripama ini adalah situasi frustasi lingkungan dan konflik. sedangkan reaksi terhadap situasi frustasi dalam kategori reaksi agresif dan penangguhan. kategori pengguhan dibagi lagi menjadi represi, mengembara, beatnik dan kompromi.





1. Data yang Termasuk Kategori Situasi Frustasi
a. Frustasi karena Lingkungan
Frustrasi karena lingkungan terjadi karena lingkungan sekitar.
Tripama(c): 7
Kemelut perang Alengka yang sudah memakan banyak korban tidak menggrakkan hati Kumbakarna. Dia tidak mau tahu dan tidak mau ambil peduli terhadapnya. Karena negara Alengka semakin parah, lingkungan hidup banyak mengalami kerusakan, korban makin banyak berjatuhan, Rahwana berpengharapan supaya adiknya, Kumbakarna mau tampil ikut serta mengusir tentara Pancawati dari kawasan Alengka.

Kumbakarna mengalami frustasi lingkungan. Dia tidak peduli kalau perang Alengka telah memakan banyak korban dan negara ini mengalami kerusakan. Dia melakukan hal ini karena frustasi pada kekaknya, raja Alengka yang telah bertindak sewenang-wenang.

Tripama (d)(ii): 11
Suryaputra narpati Ngawangga. Basukarna termasuk tokoh dari pribadi terlantar yang berhasil(sukses). Sebagai anak terlantar Karna muda kekeringan kasih sayang dari orang tua kandung. Maka ia tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang memiliki sikap keras dan teguh memperjuangkan prinsip hidup. Berbagai pengalaman yang dihadapi memberi pelajaran baginya untuk berbuat teguh dalam prinsip dan luwes bertindak’.

Suryaputra frustasi terhadap lingkungan yang telah membentuknya. Ia adalah seorang anak yang telah ditelantarkan ibu kandungnya sendiri, sehingga kurang kasih sayang. Frustasi ini meyebabkan dirinya tumbuh menjadi pribadi yang memiliki sifat keras dan teguh dalam memperjuangkan prinsip hidup.

b. Frustasi karena Konflik
Frustasi karena konflik terjadi ketika seseorang dihadapkan pada suatu pilihan. Frustasi karena konflik ditujukan oleh data-data berikut:
Tripama (1): 6
// Ada lagi tokoh yang pantas diteladani, bernama Kumbakarna, kesatria agung nagari Alengka. Berwujud raksasa dan bersikap penampilan kesatria berbudi luhur. Sejak awal pecah perang Alengka sudah mengingatkan Rahwana, supaya menghentikan peperangan tersebut demi keselamatan negara. Namun Rahwana, kakaknya tidak mau mengubah pendiriannya, karena melawan tentara kera//
// Setelah mendapat perintah dari Rahwana, Kumbakarna berangkat mengusir musuh yang menyerang negerinya. Dengan jiwa besar kesatria Kumbakarnan berangkat bertempur tidak didorong oleh keinginan membela kakaknya yang bertindak salah, tetapi bertekad menyelamatkan nagari warisan leluhurnya dari serangan bala kera. Langkahnya disemangati dengan semboyan ’Lebih baik mati di medan laga daripada menyaksikan kerusakan nagari Alengka’//

Frustasi karena konflik yang dialami Kumbakarna membawanya pada dua pilihan yang sangat berat. Apakah ia akan membela kebenaran atau membela kakaknya yang bertindak salah? Akhirnya Kumbakarna memilih bertempur bukan karena membela kakanya, namun bertekad menyelamatkan negara dari serangan musuh.

Tripama(d): 11
Pihak-pihak yang masih berseberangan tersebut terdapat tokoh-tokoh yang masih dalam hubungan saudara, baik saudara sepupu maupun saudara kandung. Karna (Basukarna) dan Arjuna (Janaka) keduanya dikenal masih ”sa-udhara’ (sa-perut), sekandung, se-ibu, yakni Kunti. Dalam perkembangan hidupnya Karna dan Arjuna dapat dikatakan sekandung berselisih jalan. Pertemuan Karna dan Arjuna berhadap-hadapan dalam perang besar Bratayuda dapat disebut’Perang Kandang’.


Basukarna dihadapkan pada dua pilihan, berperang melawan saudara kandung (Arjuna) yang berada di kubu keadilan atau membelala negara (kejahatan) yang telah membesarkan namanya? Basukarna memilih menjadi pahlawan bangsa dan akhirnya ia mati di tangan adiknya itu.

Tripama (e): 14
Untuk menyempurnakan hidupnya sebagai kesatria, Karna tetap berada di Astina menjadi tumpuan harapan dan kekuatan Korawa. Sikap tegas Karna tersebut dilandasi tujuan luhur: (i) tata-lahir, Karna berada di kubu Korawa, menjadi kepercayaan Korawa sebagai senapati perang; (ii) tata-batin, Karna menegakkan kebenaran (yang diwakili Pandawa) untuk melumpuhkan kemungkaran (yang diwakili Korawa). Tidak adanya Karna di Astina, Duryudana takut berperang, Bratayuda tak terjadi, kemungkaran akan tetap merajela.
Data yang termasuk kategori reaksi terhadap situasi frustasi

Reaksi Agresif
Tripama (d)(iii): 4
Sebagai patih yang pernah menjadi hulubalang raja maka ketikamenghadapi serangan musuh dari Alengka, tidak tanggung-tanggung Patih Suwanda tampil di barisan peling depan untuk menggunakan kesempatan meningkatkan diri menguji kedigdayaannya. Dengan gagah berani Patih Suwanda menghadapi musuh yang mennggagu kedaulaan nagari Maespati. Akhirnya Patih Suwanda dikalahkan Rahwana dan gugur di medan laga sebgai pahlawan bangsa.
Tripama (b): 7
Tindakan angkara yang menjadi penyulut perang besar Alengka-Pancawati adalah penculikan dan penyandraan Dewi Sinta, permaisuri Prabu Ramawijaya nagari Pancawati, yang dilakukan oleh Rahwana dengan dukungan para pembantu setianya. Tindakan angkara yang dilakuakn oleh Rahwana tersebut mendapat tentangan keras dari Kumbakarna.
Tripama (c): 14
Pengalaman masa muda yang penuh dengan keprihatina ikut membentuk pribadi adipati Karna menjadi manusia yang bersikap baja, tegas dan teguh menjalankan prinsi hidup. prinsip hidup yang sudah mempribadi dan dipegang teguh dan tidak pernah menyerah mengorbankan prinsip hidupnya.
Tripama (b): 15
Sifat jantan dan tegas adipati karna tidak dilandasi cina kasih yang manusiawi. Pengalaman masa kecil yang terlantar penuh kesulitan menyemaikan rasa dendam mendalam yang menjelma menjadi kebencian terhadap pihak-pihak yang dipandang lalai atau tdak peduli terhadapnya. kebenciaanya terarah pada ibunya, saudaranya dan kerabatnya. Maka Adipati Karna dikenal sebagai kesatria yang pendendam. Kalaupun dia seorang pahlawan dapat dilengkapkan gelarnya, pahlawan pendendam.
Reaksi Penagguhan
Represi
Tripama(c): 7
Agar tidak terlibat dalam tindak kejahatan, lebih baik Kumbakarna menjalani “tapa bisu”(bertapa dengan cara berdiam seperti tidur). Baru mau bangun dari tidur setelah dicabut “wulu-cumbu”nya.
Mengembara
Tripama(2)(a): 3
Sebagai seorang putra Pandita Raden Sumantri tidak ditimang untuk tinggal di desa selamanya. Dia diharapkan tidak tinggal di dusun (ywa kulineng ardi), supaya pergi ke kota berusaha mengabdi nagari. Dengan jlan mengabdi nagari (suwiteng praja) niscaya akan dapat menjadi manusia berpribadi dan berprestasi. Saran orang tuanya diindahkan, padepokan Jatisarana ditinggalkan, jadilah dia mengabdi nagari Maespati.
Reaksi Beatnik
Tripama (d)(i): 4
Pernyataan diri sebagai seorang ’wadat’, yakni melajang(membujang) selama-lamanya. Sikap tersebut dilakuakn dengan tujuan: (1) ke-wadat-an dipercaya sebagai jalan untuk mempertahankan kekuatan gaib atau kedigdayaan yang dimilikinya; (ii) dengan menyatakan ’kewadatan’ tersebut supaya Patih Suwanda tidak dicurigai oleh siapa pun dalam hubungannya dengan penguasaan dan kepemilikan wanita yang menghambakan kedigdayaannya.
Regresi
Tripama(iii): 13
Perang tandinga akan menghasilkan kemenagan bersama, Karna dan Arjuna. Karna merasa senagn dapat tampil berhadapan melawan Arjuna. Pada dasarnya Karna pun sudah memahami bahwa dalam perang tanding nanti dia akan dikalahkan Arjuna. Sebagaimana disebutkan dalam Tripama: ”...aprang tanding lan sang Danajaya, Sri Karna suka manahe, dene sira pikantuk, marga dennya arsa males sih...Karna mati janemparing...”(b: 6D). sekalipun demikian dengan perang tanding tersebut. Karna merasa memperoleh beberapa kemenagan sebagai kesatria Wiratama, yakni:
satu: Adipati Karna dapat membalas budi baik kepada Duryudana yang telah banyak membantu dalam membesarkan, memberdayakan dan memberi kepercayaan besar kepada dirinya sebagai penglima perang.
dua: Karna dapat menyelesaikan tugas hidup dengan baik, yakni berbakti kepada negara tempat dia mengabdikan hidupnya.
tiga: Karna dapat mengpbarkan semangat bertempur pada kubu Korawa sehingga perang besar Bratayuda dapat terjadi(dadi).
reaksi Kompromi
Tripama (d)(ii): 4
Pernyataan sukap Patih Suwanda untuk menguji kemampuan Prabu Harjuasasrabahu. Telah menjadi kesan umum, bahwa Prabu Harjunasasrabahu terkenal sangat digdaya dan teguh membela kebenaran dan keadilan. Maka Ptih Suwanda ingin mencoba kekuatan pimpinannya. Terjadi perang tanding, Patih Suwanda kalah, akhirnya mengakui kebesaran dan kekuatan raja Maespati.
Tripama(b): 14
Basukarna hidup dan mengembangkan hidupnya di negara Astina. Semua kebutuhan hidupnya didapat, diperoleh dan diterima dari negara tersebut. Bagaimanapun ceritanya, Karna tidak dapat mengingkari kenyataan tersebut. Dia tetap berpendirian tegas bahwa Astinalah tanah airnya, dan bertekad menjunjung tinggi kehormatan tanah air yang dicintainya. Untuk mnyempurnakan hidupnya sebagai kesatria, Karna berusaha menciptakan keseimbangan hidup yang diwujudkan dalam sikap mencintai tanah air. Rasa cinta tanah air dibuktikan dengan jalan merelakan segala-galanya, termasuk jiwa raganya. Karna gugur di medan perang Bratayuda sebagai pahlawan kusuma bangsa (sumbogowirotama).

Rabu, 21 Januari 2009

kuliah

satu langkah untuk berpikir dan berperasaan