Kamis, 23 Juli 2009

idahkah perasaan haru...jika sang pujaan tak lagi membelokkan wajahnya
kini dia berpendar dan mencari pelarian
adakah rasa cinta yang masih pantas tersimpan?
mengapa cinta itu begitu menyesakkan dan membuat lara?
adakah cinta yang manis? seperti gula?
adakah senyum cinta tanpa tendesi yang acap kali menjadi luka?
tak mampu jika harus berjumpa dan berpapas...

Jumat, 03 Juli 2009

kualitatif

REAKSI KEJIWAAN TIGA TOKOH
TELADAN KEWIRAAN
TERHADAP SITUASI FRUSTASI DALAM
NASKAH TRIPAMA
(Kajian Psikologi Sastra)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penelitian Kualitatif
Dosen Pengampu






Oleh:
Ernawati K1205014

PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2008
REAKSI KEJIWAAN TIGA TOKOH TELADAN KEWIRAAN
TERHADAP SITUASI FRUSTASI DALAM NASKAH TRIPAMA
(Kajian Psikologi Sastra)

A KAJIAN TEORI
1. Pengertian Psikologi
Bimo Walgito (1997: 9) menjelaskan bahwa psikologi merupakan suatu ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku atau aktivitas-aktivitas itu sebagai manivestasi hidup kejiwaan. Kartini Kartono (1990: 1) berpendapat psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang tingkah laku dan kehidupan psikis (jiwani) manusia. Sedangkan Alkison (terjemahan Nurjanah) mengemukakan bahwa psikologi ialah studi ilmiah mengenai proses perilaku dan mental (1997: 18).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat dismpulkan bahwa psikologia adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai aktivitas kehidupan.
Psikologi menyangkut kepribadian seseorang yang dikendalikan oleh bawah sadarnya. Orang terkadang tidak sadar bahwa bawah sadar sangat berpengaruh terhadap hidup dan hal ini tidak disadari. Freud(dalam Suryabrata, 2001: 24) mengatakan bahwa kepribadian tersusun atas tiga sistem atau aspek, yaitu:
a Id (Das Es)
Id adalah aspek biologis dan merupakan sistem original dalam kepribadian (Freud dalam Suryabrata, 2001: 125). Dari aspek inilah aspek ego dan superego berkembang. Id merupakan reservoir energi psikis yang menggerakkan ego dan superego.
b Ego (Das Ich)
Ego timbul karena kebutuhan organisme memerlukan trnasaksi yang sesuai dengan dunia kenyataan objektif. Ego membedakan antara yang hal-hal yang terdapat dalam batin dan dunia luar. Ego disebut eksekutif kepribadian karena mengontrol pintu ke arah tindakan, memilih segi-segi lingkungan ke mana ia akan memberi respon, dan memutuskan insting mana yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya.
c superego(Das Uber Ich)
Superego adalah aspek sosiologi kepribadian yang lebih menekankan kesempurnaan daripada kesenangan. Superego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian. Titik fokus superego adalah menentukan apakah sesuatu benar dan salah, patas atau tidak, susila atau tidak.

2. Frustasi
Salah satu kondisi kejiwaan manusia yang abnormal adalah frustasi. Freud dalam Robert W. Lundin (1951: 61) menyebutkan situasi frustasi ditujukan oleh penderitaan atau ketidaknyamanan perasaan atau keberadaan pada diri seseorang atau dengan kata lain tujuan dari id tidak bisa diwujudkan.
Frustasi terjadi jika gerak ke arah tujuan yang diinginkan terhambat atau tertunda (Nurjannah Taufiq dan Agus Dharma, 2001: 199). Berbagai hambatan baik eksternal maupun internal dapat mengganggu usaha seseorang untuk mencapai tujuan. Ia juga menjelaskan bahwa frustasi disebabkan oleh hambatan lingkungan, keterbatasan pribadi dan konflik.
Hambatan lingkungan disebabkan oleh lingkungan fisik dan sosial. Lingkungan fisik menimbulkan hambatan seperti kemacetan lalu lintas, antrian, bencana alam dan lainnya, sedangkan lingkungan sosial menimbulkan hambatan dalam bentuk larangan yang ditetapkan orang lain.
Hambatan keterbatasan pribadi berasal dari individu sendiri. Misalnya; cacat tubuh, ketiadaan kemampuan tertentu dan lain sebagainya. Rasa frustasi jenis ini terjadi karena individu yang bersangkutan menetapkan tujuan di luar jangkauan kemampuannya.
Frustasi karena konflik muncul karena adanya konflik antara dua motif yang bertentangan. Bila dua motif saling bertentangan, kepuasan motif yang satu akan menimbulkan frustasi motif yang lain. Misalnya pilihan antara membantu teman saat ujian atau berlaku jujur. Hal ini menimbulkan konflik tersendiri bagi individu.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa frustasi adalah perasaan ketidaknyamanan seseorang karena tujuannya tidak tercapai yang disebkan oleh lingkungan, pribadi maupun konflik yang sedang dialaminya.

3. Reaksi terhadap Frustasi
Menurut Nurjannah Taufiq dan Agus Dharma (2001: 206) frustasi mengakibatkan munculnya reaksi, yaitu:
a. Agresi
Agresi diekspresikan langsung terhadap benda atau orang yang menjadi sumber frustasi. Kadang-kadang sumber frustasi tidak jelas, sehingga orang akan mencari sesuatu untuk diserang.
b. Apati
Apati adalah sikap acuh tak acuh dan menarik diri.
c. Regresi
Regresi merupakan tindakan kembali ke bentuk perilaku yang tidak matang, yaitu perilaku khas pada usia yang lebih muda.
Ruch dalam Dwi Hariningsih (2004: 20-21) juga mengklasifikasikan reaksi frustasi menjadi tiga tipe tingkah laku, yaitu:
a. Reaksi Agresif
Adalah perilaku seseorang akan menyerang orang lain yang merintanginya. Perilaku ini merupakan suatu reaksi agresif dari frustasi.
b. Reaksi Penangguhan(withdrawal)
Reaksi penangguhan dibagi menjadi beberapa tipe, antara lain: 1) Represi adalah proses mengungkapkan suatu tekanan dari ketidaksadaran berpikir pada perasaan yang menimbulkan penderitaan, rasa malu, atau rasa bersalah; 2) Fantasi adalah proses melarikan diri ke dunia khayal yang dibentuk oleh seseorang yang mengalami frustasi; 3) Mengembara(nomadism) adalah proses mencari kepuasan dengan mencoba melarikan diri dari situasi yang menyebabkan frustasi; dan 4) Beatnik adalah usaha mengatasi frustasi dengan cara tampil beda atua membentuk gaya hidup sendiri.
c. Reaksi Kompromi
Adalah suatu reaksi yang mencoba menghadapi frustasi dengan cara mengurangi ambisiusitas atau menerima segala sesuatu apa adanya.

4. Hakikat Pendekatan Psikologi Sastra
Henry Guntur Tarigan (dalam Nurhadi, 1987: 146) menjelaskan bahwa psikologi sastra adalah studi yang mendalami segi-segi kejiwaan penulis, karya dan pembaca.
Menurut Roekhan dalam Suwardi Endraswara(2003: 97) pendekatan psikologi sastra ditopang oleh tiga dasar, yaitu: 1) Pendekatan tekstual yang mengkaji aspek psikologis tokoh dalam karya sastra; 2) Pendekatan reseptif pragmatik, mengkaji aspek psikologis pembaca sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya yang dibacanya, serta proses resepsi pembaca dalam menikmati karya sastra; dan 3) Pendekatan ekspresif, pendekatan yang mengkaji aspek psikologis seorang penulis ketika melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat berkarya, baik penulis sebagai pribadi maupun wakil dari masyarakat.
Pada perkembangannya kajian psikologi sastra terbagi menjadi empat (Rene Wellek dan Austin Warren dalam Nurhadi, 1987: 146), yaitu:
a. Studi psikologi terhadapa pengarang sebagai tipe dan pengarang sebagai individu.
b. Studi mengenai proses kreatif.
c. Styudi mengenai tipe dan hukum-hukum karya sastra.
d. Studi mengenai efek karya sastra terhadap kejiwaan pembacanya.
Berdasarkan beberapa pendapat tokoh di atas pendekatan psikologi sastra merupakan studi yang mendalami kejiwaan atau psikologis penulis(pengarang), karya yang diciptakannya, pembaca serta efek-efek yang ditimbulkannya.

B DESKRIPSI DATA
Deskripsi dan analisis ini berdasarkan kajian teori Ruch dalam Dwi Hariningsih yang dibagi menjadi dua kategori, yaitu kategori situasi frustasi dan reaksi terhadap situasi frustasi. Kategori situasi frustasi yang ditemukan dalam naskah Tripama ini adalah situasi frustasi lingkungan dan konflik. sedangkan reaksi terhadap situasi frustasi dalam kategori reaksi agresif dan penangguhan. kategori pengguhan dibagi lagi menjadi represi, mengembara, beatnik dan kompromi.

1. Data yang Termasuk Kategori Situasi Frustasi
a Frustasi karena Lingkungan
Tripama(c): 7
Kemelut perang Alengka yang sudah memakan banyak korban tidak menggrakkan hati Kumbakarna. Dia tidak mau tahu dan tidak mau ambil peduli terhadapnya. Karena negara Alengka semakin parah, lingkungan hidup banyak mengalami kerusakan, korban makin banyak berjatuhan, Rahwana berpengharapan supaya adiknya, Kumbakarna mau tampil ikut serta mengusir tentara Pancawati dari kawasan Alengka.
Tripama (d)(ii): 11
...sebagai anak terlantar karna muda kekeringan kasih sayang dari orang tua kandung. Maka ia tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang memiliki sikap keras dan teguh memperjuangkan prinsip hidup. Berbagai pengalaman yang dihadapi memberi pelajaran baginya untuk berbuat teguh dalam prinsip dan luws bertindak’.

b Frustasi karena Konflik
Tripama (1): 6
// Ada lagi tokoh yang pantas diteladani, bernama Kumbakarna, kesatria agung nagari Alengka. Berwujud raksasa dan bersikap penampilan kesatria berbudi luhur. Sejak awal pecah perang Alengka sudah mengingatkan Rahwana, supaya menghentikan peperangan tersebut demi keselamatan negara. Namun Rahwana, kakaknya tidak mau mengubah pendiriannya, karena melawan tentara kera//
// Setelah mendapat perintah dari Rahwana, Kumbakarna berangkat mengusir musuh yang menyerang negerinya. Dengan jiwa besar kesatria Kumbakarnan berangkat bertempur tidak didorong oleh keinginan membela kakaknya yang bertindak salah, tetapi bertekad menyelamatkan nagari warisan leluhurnya dari serangan bala kera. Langkahnya disemangati dengan semboyan ’Lebih baik mati di medan laga daripada menyaksikan kerusakan nagari Alengka’//
Tripama(d): 11
Pihak-pihak yang masih berseberangan tersebut terdapat tokoh-tokoh yang masih dalam hubungan saudara, baik saudara sepupu maupun saudara kandung. Karna(Basukarna) dan Arjuna (Janaka) keduanya dikenal masih ”sa-udhara’ (sa-perut), sekandung, se-ibu, yakni Kunti. Dalam perkembangan hidupnya Karna dan Arjuna dapat dikatakan sekandung berselisih jalan. Pertemuan Karna dan Arjuna berhadap-hadapan dalam perang besar Bratayuda dapat disebut’Perang Kandang’.
Tripama (e): 14
Untuk menyempurnakan hidupnya sebagai kesatria, Karna tetap tetag berada di Astina menjadi tumpuan harana dan kekuatan Korawa. Sikap tegas Karna tersebut dilandasi tujuan luhur: (i) tata-lahir, Karna berada di kubu Korawa, menjadi kepercayaan Korawa sebagai senapati perang; (ii) tata-batin, Karna menegakkan kebenaran (yang diwakili Pandawa) untuk melumpuhkan kemungkaran (yang diwakili Korawa). Tidak adanya Karna di Astina, Duryudana takut berperang, Bratayuda tak terjadi, kemungkaran akan tetap merajela.

2. Data yang termasuk kategori reaksi terhadap situasi frustasi
a. Reaksi Agresif
Tripama (d)(iii): 4
Sebagai patih yang pernah menjadi hulubalang raja maka ketikamenghadapi serangan musuh dari Alengka, tidak tanggung-tanggung Patih Suwanda tampil di barisan peling depan untuk menggunakan kesempatan meningkatkan diri menguji kedigdayaannya. Dengan gagah berani Patih Suwanda menghadapi musuh yang mennggagu kedaulaan nagari Maespati. Akhirnya Patih Suwanda dikalahkan Rahwana dan gugur di medan laga sebagai pahlawan bangsa.
Tripama (b): 7
Tindakan angkara yang menjadi penyulut perang besar Alengka-Pancawati adalah penculikan dan penyandraan Dewi Sinta, permaisuri Prabu Ramawijaya nagari Pancawati, yang dilakukan oleh Rahwana dengan dukungan para pembantu setianya. Tindakan angkara yang dilakuakn oleh Rahwana tersebut mendapat tentangan keras dari Kumbakarna.
Tripama (c): 14
Pengalaman masa muda yang penuh dengan keprihatina ikut membentuk pribadi adipati Karna menjadi manusia yang bersikap baja, tegas dan teguh menjalankan prinsi hidup. prinsip hidup yang sudah mempribadi dan dipegang teguh dan tidak pernah menyerah mengorbankan prinsip hidupnya.
Tripama (b): 15
Sifat jantan dan tegas adipati karna tidak dilandasi cina kasih yang manusiawi. Pengalaman masa kecil yang terlantar penuh kesulitan menyemaikan rasa dendam mendalam yang menjelma menjadi kebencian terhadap pihak-pihak yang dipandang lalai atau tdak peduli terhadapnya. kebenciaanya terarah pada ibunya, saudaranya dan kerabatnya. Maka Adipati Karna dikenal sebagai kesatria yang pendendam. Kalaupun dia seorang pahlawan dapat dilengkapkan gelarnya, pahlawan pendendam.

b. Reaksi Penagguhan
1). Represi
Tripama(c): 7
Agar tidak terlibat dalam tindak kejahatan, lebih baik Kumbakarna menjalani “tapa bisu”(bertapa dengan cara berdiam seperti tidur). Baru mau bangun dari tidur setelah dicabut “wulu-cumbu”nya.


2). Mengembara
Tripama(2)(a): 3
Sebagai seorang putra Pandita Raden Sumantri tidak ditimang untuk tinggal di desa selamanya. Dia diharapkan tidak tinggal di dusun (ywa kulineng ardi), supaya pergi ke kota berusaha mengabdi nagari. Dengan jlan mengabdi nagari (suwiteng praja) niscaya akan dapat menjadi manusia berpribadi dan berprestasi. Saran orang tuanya diindahkan, padepokan Jatisarana ditinggalkan, jadilah dia mengabdi nagari Maespati.
3). Reaksi Beatnik
Tripama (d)(i): 4
Pernyataan diri sebagai seorang ’wadat’, yakni melajang(membujang) selama-lamanya. Sikap tersebut dilakuakn dengan tujuan: (1) ke-wadat-an dipercaya sebagai jalan untuk mempertahankan kekuatan gaib atau kedigdayaan yang dimilikinya; (ii) dengan menyatakan ’kewadatan’ tersebut supaya Patih Suwanda tidak dicurigai oleh siapa pun dalam hubungannya dengan penguasaan dan kepemilikan wanita yang menghambakan kedigdayaannya.
4). Regresi
Tripama(iii): 13
Perang tandinga akan menghasilkan kemenagan bersama, Karna dan Arjuna. Karna merasa senagn dapat tampil berhadapan melawan Arjuna. Pada dasarnya Karna pun sudah memahami bahwa dalam perang tanding nanti dia akan dikalahkan Arjuna. Sebagaimana disebutkan dalam Tripama: ”...aprang tanding lan sang Danajaya, Sri Karna suka manahe, dene sira pikantuk, marga dennya arsa males sih...Karna mati janemparing...”(b: 6D). sekalipun demikian dengan perang tanding tersebut. Karna merasa memperoleh beberapa kemenagan sebagai kesatria Wiratama, yakni:
satu: Adipati Karna dapat membalas budi baik kepada Duryudana yang telah banyak membantu dalam membesarkan, memberdayakan dan memberi kepercayaan besar kepada dirinya sebagai penglima perang.
dua: Karna dapat menyelesaikan tugas hidup dengan baik, yakni berbakti kepada negara tempat dia mengabdikan hidupnya.
tiga: Karna dapat mengpbarkan semangat bertempur pada kubu Korawa sehingga perang besar Bratayuda dapat terjadi(dadi).
5). Reaksi Kompromi
Tripama (d)(ii): 4
Pernyataan sukap Patih Suwanda untuk menguji kemampuan Prabu Harjuasasrabahu. Telah menjadi kesan umum, bahwa Prabu Harjunasasrabahu terkenal sangat digdaya dan teguh membela kebenaran dan keadilan. Maka Ptih Suwanda ingin mencoba kekuatan pimpinannya. Terjadi perang tanding, Patih Suwanda kalah, akhirnya mengakui kebesaran dan kekuatan raja Maespati.
Tripama(b): 14
Basukarna hidup dan mengembangkan hidupnya di negara Astina. Semua kebutuhan hidupnya didapat, diperoleh dan diterima dari negara tersebut. Bagaimanapun ceritanya, Karna tidak dapat mengingkari kenyataan tersebut. Dia tetap berpendirian tegas bahwa Astinalah tanah airnya, dan bertekad menjunjung tinggi kehormatan tanah air yang dicintainya. Untuk mnyempurnakan hidupnya sebagai kesatria, Karna berusaha menciptakan keseimbangan hidup yang diwujudkan dalam sikap mencintai tanah air. Rasa cinta tanah air dibuktikan dengan jalan merelakan segala-galanya, termasuk jiwa raganya. Karna gugur di medan perang Bratayuda sebagai pahlawan kusuma bangsa (sumbogowirotama).

C PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan dibahas analisis data yang dideskripsikan serta klasifikasinya. Kategori situasi frustasi yang ditemukan dalam naskah Tripama ini adalah situasi frustasi lingkungan dan konflik. sedangkan reaksi terhadap situasi frustasi dalam kategori reaksi agresif dan penangguhan. kategori pengguhan dibagi lagi menjadi represi, mengembara, beatnik dan kompromi.





1. Data yang Termasuk Kategori Situasi Frustasi
a. Frustasi karena Lingkungan
Frustrasi karena lingkungan terjadi karena lingkungan sekitar.
Tripama(c): 7
Kemelut perang Alengka yang sudah memakan banyak korban tidak menggrakkan hati Kumbakarna. Dia tidak mau tahu dan tidak mau ambil peduli terhadapnya. Karena negara Alengka semakin parah, lingkungan hidup banyak mengalami kerusakan, korban makin banyak berjatuhan, Rahwana berpengharapan supaya adiknya, Kumbakarna mau tampil ikut serta mengusir tentara Pancawati dari kawasan Alengka.

Kumbakarna mengalami frustasi lingkungan. Dia tidak peduli kalau perang Alengka telah memakan banyak korban dan negara ini mengalami kerusakan. Dia melakukan hal ini karena frustasi pada kekaknya, raja Alengka yang telah bertindak sewenang-wenang.

Tripama (d)(ii): 11
Suryaputra narpati Ngawangga. Basukarna termasuk tokoh dari pribadi terlantar yang berhasil(sukses). Sebagai anak terlantar Karna muda kekeringan kasih sayang dari orang tua kandung. Maka ia tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang memiliki sikap keras dan teguh memperjuangkan prinsip hidup. Berbagai pengalaman yang dihadapi memberi pelajaran baginya untuk berbuat teguh dalam prinsip dan luwes bertindak’.

Suryaputra frustasi terhadap lingkungan yang telah membentuknya. Ia adalah seorang anak yang telah ditelantarkan ibu kandungnya sendiri, sehingga kurang kasih sayang. Frustasi ini meyebabkan dirinya tumbuh menjadi pribadi yang memiliki sifat keras dan teguh dalam memperjuangkan prinsip hidup.

b. Frustasi karena Konflik
Frustasi karena konflik terjadi ketika seseorang dihadapkan pada suatu pilihan. Frustasi karena konflik ditujukan oleh data-data berikut:
Tripama (1): 6
// Ada lagi tokoh yang pantas diteladani, bernama Kumbakarna, kesatria agung nagari Alengka. Berwujud raksasa dan bersikap penampilan kesatria berbudi luhur. Sejak awal pecah perang Alengka sudah mengingatkan Rahwana, supaya menghentikan peperangan tersebut demi keselamatan negara. Namun Rahwana, kakaknya tidak mau mengubah pendiriannya, karena melawan tentara kera//
// Setelah mendapat perintah dari Rahwana, Kumbakarna berangkat mengusir musuh yang menyerang negerinya. Dengan jiwa besar kesatria Kumbakarnan berangkat bertempur tidak didorong oleh keinginan membela kakaknya yang bertindak salah, tetapi bertekad menyelamatkan nagari warisan leluhurnya dari serangan bala kera. Langkahnya disemangati dengan semboyan ’Lebih baik mati di medan laga daripada menyaksikan kerusakan nagari Alengka’//

Frustasi karena konflik yang dialami Kumbakarna membawanya pada dua pilihan yang sangat berat. Apakah ia akan membela kebenaran atau membela kakaknya yang bertindak salah? Akhirnya Kumbakarna memilih bertempur bukan karena membela kakanya, namun bertekad menyelamatkan negara dari serangan musuh.

Tripama(d): 11
Pihak-pihak yang masih berseberangan tersebut terdapat tokoh-tokoh yang masih dalam hubungan saudara, baik saudara sepupu maupun saudara kandung. Karna (Basukarna) dan Arjuna (Janaka) keduanya dikenal masih ”sa-udhara’ (sa-perut), sekandung, se-ibu, yakni Kunti. Dalam perkembangan hidupnya Karna dan Arjuna dapat dikatakan sekandung berselisih jalan. Pertemuan Karna dan Arjuna berhadap-hadapan dalam perang besar Bratayuda dapat disebut’Perang Kandang’.


Basukarna dihadapkan pada dua pilihan, berperang melawan saudara kandung (Arjuna) yang berada di kubu keadilan atau membelala negara (kejahatan) yang telah membesarkan namanya? Basukarna memilih menjadi pahlawan bangsa dan akhirnya ia mati di tangan adiknya itu.

Tripama (e): 14
Untuk menyempurnakan hidupnya sebagai kesatria, Karna tetap berada di Astina menjadi tumpuan harapan dan kekuatan Korawa. Sikap tegas Karna tersebut dilandasi tujuan luhur: (i) tata-lahir, Karna berada di kubu Korawa, menjadi kepercayaan Korawa sebagai senapati perang; (ii) tata-batin, Karna menegakkan kebenaran (yang diwakili Pandawa) untuk melumpuhkan kemungkaran (yang diwakili Korawa). Tidak adanya Karna di Astina, Duryudana takut berperang, Bratayuda tak terjadi, kemungkaran akan tetap merajela.
Data yang termasuk kategori reaksi terhadap situasi frustasi

Reaksi Agresif
Tripama (d)(iii): 4
Sebagai patih yang pernah menjadi hulubalang raja maka ketikamenghadapi serangan musuh dari Alengka, tidak tanggung-tanggung Patih Suwanda tampil di barisan peling depan untuk menggunakan kesempatan meningkatkan diri menguji kedigdayaannya. Dengan gagah berani Patih Suwanda menghadapi musuh yang mennggagu kedaulaan nagari Maespati. Akhirnya Patih Suwanda dikalahkan Rahwana dan gugur di medan laga sebgai pahlawan bangsa.
Tripama (b): 7
Tindakan angkara yang menjadi penyulut perang besar Alengka-Pancawati adalah penculikan dan penyandraan Dewi Sinta, permaisuri Prabu Ramawijaya nagari Pancawati, yang dilakukan oleh Rahwana dengan dukungan para pembantu setianya. Tindakan angkara yang dilakuakn oleh Rahwana tersebut mendapat tentangan keras dari Kumbakarna.
Tripama (c): 14
Pengalaman masa muda yang penuh dengan keprihatina ikut membentuk pribadi adipati Karna menjadi manusia yang bersikap baja, tegas dan teguh menjalankan prinsi hidup. prinsip hidup yang sudah mempribadi dan dipegang teguh dan tidak pernah menyerah mengorbankan prinsip hidupnya.
Tripama (b): 15
Sifat jantan dan tegas adipati karna tidak dilandasi cina kasih yang manusiawi. Pengalaman masa kecil yang terlantar penuh kesulitan menyemaikan rasa dendam mendalam yang menjelma menjadi kebencian terhadap pihak-pihak yang dipandang lalai atau tdak peduli terhadapnya. kebenciaanya terarah pada ibunya, saudaranya dan kerabatnya. Maka Adipati Karna dikenal sebagai kesatria yang pendendam. Kalaupun dia seorang pahlawan dapat dilengkapkan gelarnya, pahlawan pendendam.
Reaksi Penagguhan
Represi
Tripama(c): 7
Agar tidak terlibat dalam tindak kejahatan, lebih baik Kumbakarna menjalani “tapa bisu”(bertapa dengan cara berdiam seperti tidur). Baru mau bangun dari tidur setelah dicabut “wulu-cumbu”nya.
Mengembara
Tripama(2)(a): 3
Sebagai seorang putra Pandita Raden Sumantri tidak ditimang untuk tinggal di desa selamanya. Dia diharapkan tidak tinggal di dusun (ywa kulineng ardi), supaya pergi ke kota berusaha mengabdi nagari. Dengan jlan mengabdi nagari (suwiteng praja) niscaya akan dapat menjadi manusia berpribadi dan berprestasi. Saran orang tuanya diindahkan, padepokan Jatisarana ditinggalkan, jadilah dia mengabdi nagari Maespati.
Reaksi Beatnik
Tripama (d)(i): 4
Pernyataan diri sebagai seorang ’wadat’, yakni melajang(membujang) selama-lamanya. Sikap tersebut dilakuakn dengan tujuan: (1) ke-wadat-an dipercaya sebagai jalan untuk mempertahankan kekuatan gaib atau kedigdayaan yang dimilikinya; (ii) dengan menyatakan ’kewadatan’ tersebut supaya Patih Suwanda tidak dicurigai oleh siapa pun dalam hubungannya dengan penguasaan dan kepemilikan wanita yang menghambakan kedigdayaannya.
Regresi
Tripama(iii): 13
Perang tandinga akan menghasilkan kemenagan bersama, Karna dan Arjuna. Karna merasa senagn dapat tampil berhadapan melawan Arjuna. Pada dasarnya Karna pun sudah memahami bahwa dalam perang tanding nanti dia akan dikalahkan Arjuna. Sebagaimana disebutkan dalam Tripama: ”...aprang tanding lan sang Danajaya, Sri Karna suka manahe, dene sira pikantuk, marga dennya arsa males sih...Karna mati janemparing...”(b: 6D). sekalipun demikian dengan perang tanding tersebut. Karna merasa memperoleh beberapa kemenagan sebagai kesatria Wiratama, yakni:
satu: Adipati Karna dapat membalas budi baik kepada Duryudana yang telah banyak membantu dalam membesarkan, memberdayakan dan memberi kepercayaan besar kepada dirinya sebagai penglima perang.
dua: Karna dapat menyelesaikan tugas hidup dengan baik, yakni berbakti kepada negara tempat dia mengabdikan hidupnya.
tiga: Karna dapat mengpbarkan semangat bertempur pada kubu Korawa sehingga perang besar Bratayuda dapat terjadi(dadi).
reaksi Kompromi
Tripama (d)(ii): 4
Pernyataan sukap Patih Suwanda untuk menguji kemampuan Prabu Harjuasasrabahu. Telah menjadi kesan umum, bahwa Prabu Harjunasasrabahu terkenal sangat digdaya dan teguh membela kebenaran dan keadilan. Maka Ptih Suwanda ingin mencoba kekuatan pimpinannya. Terjadi perang tanding, Patih Suwanda kalah, akhirnya mengakui kebesaran dan kekuatan raja Maespati.
Tripama(b): 14
Basukarna hidup dan mengembangkan hidupnya di negara Astina. Semua kebutuhan hidupnya didapat, diperoleh dan diterima dari negara tersebut. Bagaimanapun ceritanya, Karna tidak dapat mengingkari kenyataan tersebut. Dia tetap berpendirian tegas bahwa Astinalah tanah airnya, dan bertekad menjunjung tinggi kehormatan tanah air yang dicintainya. Untuk mnyempurnakan hidupnya sebagai kesatria, Karna berusaha menciptakan keseimbangan hidup yang diwujudkan dalam sikap mencintai tanah air. Rasa cinta tanah air dibuktikan dengan jalan merelakan segala-galanya, termasuk jiwa raganya. Karna gugur di medan perang Bratayuda sebagai pahlawan kusuma bangsa (sumbogowirotama).